MedanEkspress | Medan - Halomoan Christian Silitonga, seorang purnawirawan TNI AD meminta keadilan hukum kepada pihak-pihak terkait dalam perkara kepemilikan lahan seluas 3.054 meter² di Jalan Ngumban Surbakti Simpang Setia Budi, persisnya dekat traffic light Medan Selayang, Kota Medan.
Hal ini disampaikan pensiunan Kolonel Kavaleri itu bersama kuasa hukum, Rahmad Romy Tampubolon, SH, CPM, dalam jumpa pers dengan sejumlah insan media di objek lokasi, Kamis (1/6/2023).
Halomoan menjelaskan, lahan ini telah dimilikinya sejak tahun 1974. Namun sekitar tahun 2000, yakni sejak adanya pelebaran Jalan Ngumban Surbakti, persoalan muncul.
"Karena lahan saya terkena pelebaran jalan, maka ada ganti rugi yang diberikan. Anehnya, uang ganti rugi tidak pernah saya terima, justeru dalam SKT (Surat Keterangan Terdaftar) atas lahan milik saya ini, ada nama saya dan Sanariah br Silalahi (dalam kurung). Kemudian ada lagi surat hibah, dan sejak itu persoalan pun muncul hingga saya dilaporkan oleh saudara kandung sendiri melakukan penyerobotan," terang purnawirawan Pamen TNI AD abituren Akmil 1983 itu.
Kronologi
Kuasa hukum, Rahmad Romy Tampubolon, SH, CPM, menguraikan, kasus kepemilikan lahan ini telah dilaporkan ke Polrestabes Medan, dan sudah bergulir sejak tahun 2000 sampai 2023. "Namun sampai detik ini tidak jelas statusnya, apakah SP3 atau bagaimana," ucap Romy (sapaan akrabnya).
Berawal pada 1974. Halomoan membeli lahan di daerah tersebut bersama marga Girsang dan Hutagalung. Halomoan sendiri mendapat lahan di bagian depan yang kemudian terkena pelebaran jalan Ngumban Surbakti.
Sejak terjadi pelebaran jalan, kepemilihan lahan atas nama tiga orang ini dipecah menjadi tiga bagian. Halomoan pun mendapat ganti rugi, tapi uangnya tidak pernah diterima.
"Ada ganti rugi terhadap lahan milik Halomoan Silitonga di bagian depan. Di situ timbul surat SKT, dan surat Hibah. Kemudian muncul lagi surat SKT lain, dan kita melihat ada kejanggalan di sana. Yakni ada nama Halomoan Silitonga dan nama Sanariah br Silalahi di dalam kurung," terang Romy.
Tahun 2004, Merismawaty br Silitonga yang merupakan saudara kandung dari Halomoan Silitonga, mengklaim bahwa lahan di maksud adalah milik Sanariah br Silalahi.
Klaim itu diperkuat Merismawaty br Silitonga dengan membuat akte tanah sesuai surat SKT yang ada nama Sanariah br Silalahi di dalam kurung.
Selanjutnya, Merismawaty br Silitonga membuat surat jual beli dengan Sanariah br Silalahi. Hal ini ditandai dengan munculnya surat notaris No.4 Tahun 2004.
"Padahal sudah jelas bahwa sesuai surat SKT (tanpa nama Sanariah br Silalahi), lahan adalah milik Halomoan Silitonga. Apalagi sudah diurus surat menyurat ke BPN Medan, di mana pihak BPN Medan sudah memahami dan mengoreksi semua data-data, bahwa lahan adalah milik Halomoan Silitonga," jelas Romy.
Namun, saat Halomoan hendak mengurus sertifikat ke BPN Medan untuk lahan tersebut, Merismawaty br Silitonga melakukan pemblokiran. Tak hanya itu, adik kandung Halomoan itu juga membuat laporan pengaduan ke Polrestabes Medan.
Dalam laporannya, Merismawaty br Silitonga mengatakan Halomoan Silitonga telah melakukan penyerobotan lahan.
"Namun sayangnya, sejak 2020 hingga 2023, perkara ini sudah tidak bisa naik dan tidak bisa dipaksakan untuk naik. Karena permintaan penyidik Polrestabes Medan untuk menghadirkan Sanariah br Silalahi guna dimintai kesaksiannya, tidak bisa dipenuhi pelapor, sehingga perkaranya tidak bisa diproses," urai Romy.
Karenanya, Romy sebagai kuasa hukum Halomoan Silitonga, memohon kepada Polrestabes Medan untuk mempertegas status perkara ini, apakah SP3 atau bagaimana.
Begitu juga dengan akte jual beli No.4 Tahun 2004 yang dikeluarkan notaris. Pihak Majelis Kehormatan Notaris (MKN) sudah dua kali memanggil notaris untuk kejelasan perkara, namun tetap tidak bisa dihadirkan Merismawaty br Silitonga.
Laporkan Balik
Dalam perkara ini, Halomoan Silitonga juga membuat laporan pengaduan terhadap Merismawaty br Silitonga ke Polrestabes Medan.
Delik aduannya, Merismawaty br Silitonga diduga telah melakukan pengrusakan dua unit kios yang dibangun Halomoan Silitonga di lokasi perkara.
"Kita bisa melaporkan Merismawaty br Silitonga karena ia sendiri yang mengaku telah melakukan pengrusakan kepada klien kita (Halomoan Silitonga)," ungkap Rahmad.
Sementara, Halomoan mengaku terpaksa menempuh jalur hukum dengan melaporkan adik kandungnya ke Polrestabes Medan.
"Dari tahun 1974 sampai 2022, belum pernah saya membuat satupun laporan pengaduan kepolisian. Sayangnya kali ini harus saya lakukan, itupun kepada saudara kandung sendiri," ungkapnya.
Halomoan terpaksa membuat laporan pengaduan ini karena berbagai cara damai yang ditempuhnya, tidak mendapat respon dari adik kandung tersebut.
"Ya...karena sudah tidak bisa diajak berdamai, saya pun pilih jalur hukum untuk menyelesaikannya," ucapnya.
Halomoan menegaskan, dirinya siap menyerahkan kepemilikan lahan itu kepada adiknya, asalkan sesuai dengan fakta hukum yang berlaku.
"Tunjukkan siapa benar, siapa salah. Kalau saya salah, saya akan serahkan lahan ini, tapi harus secara hukum," tegasnya.
Pria yang telah berusia 63 tahun ini, namun masih tampak segar menduga, perkara ini menjadi berlarut-larut karena adanya campur tangan pihak tak berwenang yang justeru memperkeruh keadaan.
"Puluhan tahun saya berjuang membela kepentingan bangsa dan negara, justeru untuk tahan sendiri saya tidak bisa menguasainya. Ini ironis sekali. Makanya, meskipun saya harus bolak-balik Jakarta-Medan, saya akan tetap berjuang demi mempertahankan hak saya," ucapnya meyakinkan.
Kepada aparat penegak hukum dalam hal ini Polrestabes Medan, Halomoan minta untuk me mlakukan penegakan hukum secara tegas dan berkeadilan.
"Negara kita adalah negara hukum, bukan negara mafia. Jadi, saat sudah bermasalah seperti ini, maka ketegasan hukum menjadi jalan dan solusinya," pungkasnya.
Sumber: Redaksi MEC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar