MedanEkspress | Pematangsiantar - Sejumlah elemen masyarakat di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, menggelar Diskusi Publik bertajuk Quo Vadis UU TNI di Cafe 2’De Point, Jalan Farel Pasaribu No.16, Kelurahan Siantar Selatan, Sabtu (12/4/1025).
Acara ini diprakarsai Organisasi Gerak 08. Berbagai narasumber dengan ragam disiplin ilmu dihadirkan untuk memberikan pandangan profesionalnya terkait perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Dimulai oleh Ketua Umum Gerak 08, Revitriyoso Husodo yang menegaskan bahwa revisi UU TNI bukan sebagai ancaman, melainkan ruang refleksi untuk memperkuat posisi TNI sebagai kekuatan negara yang profesional dan dekat dengan rakyat.
Mukadimah ini dipertegas kembali oleh Torop Sihombing, narasumber dari Ketua Gerak 08 Wilayah Sumut. Ia mengatakan, TNI adalah simbol kekuatan dan kedaulatan negara. "Karenanya, jangan pernah kita biarkan upaya-upaya politik yang ingin memecah belah antara TNI dan rakyat. Revisi UU TNI harus dilihat sebagai upaya memperjelas tugas dan fungsi TNI di tengah tantangan global yang semakin kompleks,” ungkapnya.
Narasumber lain, Dr. Sarles, S.H., M.H., yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Simalungun menilai, bahwa UU TNI perlu disesuaikan dengan dinamika politik dan kebutuhan strategis negara. “Revisi ini adalah keniscayaan. Namun, kita harus meletakkan pengaturan itu dalam bingkai konstitusional. TNI harus tetap berada di bawah kendali sipil, namun juga perlu ruang gerak yang cukup untuk menjalankan tugas negara. Profesionalisme TNI adalah kunci, dan pengawasan adalah pengimbang,” urainya.
Begitu juga pandangan narasumber lainnya, Dame Jonggi, S.H. Sebagai praktisi hukum dan juga Ketua Ikatan Advokat Indonesia Cabang Siantar, ia mengingatkan pentingnya akses hukum yang adil bagi semua pihak, termasuk bagi anggota TNI yang menduduki jabatan sipil. “Kita semua sama di mata hukum. Jika memang ada pasal-pasal yang dianggap merugikan atau multitafsir, jalur Judicial Review di Mahkamah Konstitusi adalah jalan yang konstitusional. Jangan kita saling curiga, karena TNI bukanlah musuh kita, melainkan saudara kita dalam menjaga negeri ini," paparnya.
Pandangan terakhir disampaikan Randa Wijaya, Koordinator Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI) Sumut-Aceh. Dia menegaskan, mahasiswa tidak pernah menolak TNI. "Kami hanya ingin memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat, termasuk revisi UU TNI, tidak menjauh dari kepentingan rakyat. TNI harus tetap berpihak pada petani, buruh, mahasiswa dan seluruh elemen masyarakat kecil," tegasnya.
Diskusi ini sebagai ruang dialog terbuka kepada masyarakat untuk menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kritis terkait peran dan fungsi TNI, serta pentingnya kontrol yang ketat agar tidak terjadi over-eksposur militer dalam ranah sipil.
Untuk itu, diskusi ini pun menyimpulkan enam kesepakatan krusial yang diharapkan menjadi perhatian bersama. Yakni;
-Perlunya penguatan peran publik dalam proses legalisasi UU TNI.
- Reformasi peradilan militer.
- Tuntutan keterbukaan publik dalam proses pengesahan UU.
- Penguatan peran TNI dalam menjaga wilayah perbatasan dan ketahanan nasional.
- Pengawasan masyarakat sipil terhadap pelaksanaan UU TNI, dan
- Profesionalisme TNI dalam menjalankan tugas-tugas negara.
Sumber: Redaksi MEC
Editor: Zoel AB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar